Budaya Samawa Sebagai Cermin Keluhuran Bangsa
Budaya Samawa Sebagai Cermin Keluhuran Bangsa
OPINI | 02 November 2012 | 11:17 Dibaca: 262 Komentar: 0 0
Berangkat
dari dinamika kesejarahan bahwa memang dialektika kehidupan mengalami
proses aksentuasi nilai-nilai keragaman yang sangat kuat dan bermakna
positif. Paradigma kebudayaan menjadi spirit bersama dalam memberikan
kontribusi dan penataan nilai-nilai kemagisan dalam proses perubahan
sosial yang lebih besar. Proses cultural sangatlah elastis dalam
pemahaman seluruh masyarakat, namun di tingkat menengah bahwa cultural
sangat di nikmati sebagai bagian dari reformasi individu dan
kolektifitas yang merata dan kadang mendatar juga.
Hal ini tidak mengherankan bahwa keberagaman yang ada dari berbagai model karakter dan kebudayaan merupakan sebuah konsekwensi logis dalam merasionalisasikan sebuah kondisi perubahan yang sesuai dengan keperluan masyarakat tersebut. Dalam konteks sosiologis bahwa masyarakat Sumbawa tidaklah orisinal akan tetapi sudah mengalami proses reformasi yang panjang dan lama. Kekuatan kebudayaan dapatlah di sajikan dalam bentuk yang lebih signifikan di seluruh aspek kehidupan yang nyata. Asal usul masyarakat Sumbawa adalah hasil migrasi dari berbagai latar belakang kultural termasuk Bugis, Jawa, Sumbawa, Bima, Sulawesi, Arab, irian Jaya, Sumba, Minangkabau dan lain sebagainya. Berangkat dari multikultural inilah, Sumbawa terkadang berada pada posisi suburdinat prilaku kebudayaan yang seharus dapat di jadikan sebuah kekayaan untuk mencapai tujuan yang lebih mulia. Jargon Sumbawa “Sabalong Samalewa Atau Seimbang Serasi Selaras Dan Adil”, jargon ini memiliki kekuatan tafsir yang sangat luas dalam dimensi keragaman baik di pandang dari sisi ideologis maupun sosiologisnya. Kendati demikian bahwa samawa merupakan refresentasi dari masyarakat yang menginginkan sebuah kebahagiaan yang tak terbatas karena samawa sebenarnya sudah besar dan mengalami perubahan dari sisi yang beragama. Maka oleh karena itu samawa sangat berpotensi dalam sebuah platform kehidupan yang lebih baik.
Hal ini tidak mengherankan bahwa keberagaman yang ada dari berbagai model karakter dan kebudayaan merupakan sebuah konsekwensi logis dalam merasionalisasikan sebuah kondisi perubahan yang sesuai dengan keperluan masyarakat tersebut. Dalam konteks sosiologis bahwa masyarakat Sumbawa tidaklah orisinal akan tetapi sudah mengalami proses reformasi yang panjang dan lama. Kekuatan kebudayaan dapatlah di sajikan dalam bentuk yang lebih signifikan di seluruh aspek kehidupan yang nyata. Asal usul masyarakat Sumbawa adalah hasil migrasi dari berbagai latar belakang kultural termasuk Bugis, Jawa, Sumbawa, Bima, Sulawesi, Arab, irian Jaya, Sumba, Minangkabau dan lain sebagainya. Berangkat dari multikultural inilah, Sumbawa terkadang berada pada posisi suburdinat prilaku kebudayaan yang seharus dapat di jadikan sebuah kekayaan untuk mencapai tujuan yang lebih mulia. Jargon Sumbawa “Sabalong Samalewa Atau Seimbang Serasi Selaras Dan Adil”, jargon ini memiliki kekuatan tafsir yang sangat luas dalam dimensi keragaman baik di pandang dari sisi ideologis maupun sosiologisnya. Kendati demikian bahwa samawa merupakan refresentasi dari masyarakat yang menginginkan sebuah kebahagiaan yang tak terbatas karena samawa sebenarnya sudah besar dan mengalami perubahan dari sisi yang beragama. Maka oleh karena itu samawa sangat berpotensi dalam sebuah platform kehidupan yang lebih baik.
Di
tengah maraknya radikalisasi ideologi dan gerakan faham keagamaan,
sesungguhnya kata samawa berada dalam ruang yang sangat baik untuk
menjadi cerminan keluhuran nilai bangsa, kendati samawa merupakan
padanan kata yang sangat dekat dengan nuansa Islami. Relasi samawa ini
terhadap sosio masyarakat sesungguhnya memiliki butir-butir
keuniversalannya dalam melihat dan memaknai keragaman akan sebuah makna
kehidupan. Kita bisa menikmati kehidupan di samawa dengan
rasa nyaman dan damai yang walaupun banyak suku dan budaya yang berbeda
namun orang sumbawa sangat menghargai orang lain. Coba kita menengok
saja ke samawa ini bahwa di sana banyak sekali suku dan model budaya
yang hidup dan sangat berdampingan tanpa ada yang bersifat iri hati
terhadap perkembangan budaya yang ada, misalnya di kota sumbawa saja
terdapat kampung Irian, kampong Arab dan lain sebagainya. Ini bukanlah
sebuah kampong yang sengaja di buat namun kampong ini sudah menyatu
dengan masyarakat kota sumbawa yang sebelumnya, karena mereka rata-rata
pendatang dari berbagai wilayah di Indonesia. Kampung Arab dan Irian
sebenarnya tidaklah kebetulan karena sudah menjadi bagian dari budaya
masyarakat di Sumbawa, bahkan mereka sangat tenang dan nyaman dalam
mengembangkan budaya mereka sendiri. Kemudian contoh lain adalah di
Kecamatan Tarano dusun Bonto ada yang namanya kampung Bima, komunitas
kampung ini terdiri dari seluruh orang bima yang sebelumnya datang
nyinggu (panen padi) ke tanah samawa kecamatan tarano dari tahun 1950-an
sampai sekarang, nah hal ini menunjukkan sebuah keragaman
(multikulturalisme) yang sangat baik. Karena memang berbagai budaya yang
ada di samawa memiliki otonomi sendiri untuk mengembangkan budayanya
masing-masing akan tetapi tetap mentaati peraturan pemerintah atau
peraturan adat Sumbawa.
Menurut
DR. Faesal dalam dialog “Kesamawaan” pada acara temu mahasiswa sumawa
di Universitas Muhammadiyah Malang mengatakan bahwa di dunia ini ada dua
daerah yang sangat besar dan memiliki makna yang sangat universal yakni
Samawa Rea (Sumbawa Besar) dan Big
di Inggris. Kedua daerah masing-masing memberikan interpretasi yang
baik. Kalau dalam konteks Sumbawa besar tentu memiliki makna yang sangat
arif dan bijak, kendati demikian bahwa Sumbawa besar diartikan dalam
sebuah nomenklatur yang universalnya sangat dekat dengan komponen
struktur masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Mengapa seperti itu ?,
karena selain mayoritas Islam dan juga masyaraknya sangat tenang dan
memiliki budaya malu yang sangat luar biasa yang selama ini di kenal “Rea Ila”.
Budaya kangila (Malu Of Culture) ini sangatlah baik dalam dimensi
kehidupan masyarakat dan berbangsa serta bernegara. Apalagi bangsa kita
saat ini dilanda oleh krisis kepemimpinan dan krisis moralitas yang
perilaku para pemimpin hanya berprasangka tidak baik dan suka korupsi
(KKN). Budaya inilah yang sebenarnya sudah akut yang kemudian merusak
dimensi moral bangsa ini karena generasi bangsa ini hanya bisa berfikir
tentang kemungkaran tanpa ada hal yang positif untuk di kerjakan demi
bangsa dan Negara ini lebih baik dan menjadi Negara maju.
Maka
oleh karena itu kehadiran Budaya Kangila di sumbawa ini merupakan
sebuah harapan untuk membangun kembali Optimisme For culture dan
merekonstruksi tatanan moralitas kebangsaan untuk memajukan peradaban
Islami. Samawa merupakan padanan dan komponen Islam untuk menuju jalan
yang terbaik (khaerah ummah). Kata samawa merupakan sebuah interpretasi
yang sangat dan harus di junjung tinggi karena samawa yang berarti Sakinah Mawaddah Warahmah.
Bahasa ini merupakan sebuah jargon masyarakat yang sangat baik untuk di
pertahankan dan di pelihara demi menjadi masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya. Kecerdasan para sesepuh dan tokoh samawa untuk memilih
namanya merupakan kehendak Allah untuk memberikan sebuah makna
kemerdekaan individu maupun kolektif dalam masyarakat. Tipologi
masyarakat samawa adalah cerminan masyarakat Indonesia dan memiliki
nilai yang sangat luhur bagi bangsa dan Negara ini. Maka oleh sebab itu,
memelihara kebudayaan sikap kepemimpinan “Tau Samawa” adalah kewajiban bagi seluruh generasi samawa untuk dapat di pertahankan sebagaimana mestinya. Tafsir kata Sakinah Mawaddah Warahmah
adalah dimensi yang sangat rasional dan penuh makna di dalamnya,
bayangkan saja sebuah pulau yang memiliki potensi yang sangat luar biasa
dan apalagi sumbawa memiliki motto Sabalong Sama Lewa
(perbaiki seluruh kehidupan samawa yang penuh berkeadaban dan
keadilan), motto sabalong sama lewa ini ada makna yang tersirat dalam Al
Qur’an dan sunah rasul yang mempunyai kekuatan magis dan spirit serta
semangat untuk membangun peradaban yang baik tanpa ada benturan
peradaban sebagaimana yang diinginkan oleh Samuel P Huntington dalam
bukunya “Benturan Peradaban”. Samawa bukanlah daerah yang
menjadi lahan subur rumusan hipotesis buku Samuel P Huntington untuk di
lakukan perbenturan. Sesungguhnya harus di ingat bahwa kehadiran samawa
adalah hipotesis kehidupan untuk menjamin kehidupan lebih baik di tengah
penduduk yang multikulturalisme. Hal inilah yang harus di galakan oleh
masyarakat sumbawa untuk menjaga kebudayaan aslinya agar tetap berada
dalam ruang kehidupan yang berguna bagi masyarakat dan bangsa. Kedudukan
samawa adalah sebuah takdir yang telah merebut sendi-sendi kemerdekaan
sebagai warisan kebudayaan yang paling paripurna. Kebudayaan samawa
adalah budaya paripurna dalam masyarakat samawa sendiri yang memiliki
nilai keangungan yang tak tertandingi dan mempunyai filosofi yang baik.
Maka
oleh karena itu samawa bisa di jadikan salasatu rumusan pemikiran untuk
menuju prikehidupan yang lebih aman dan damai, kendati hal tersebut
suatu kenyataan yang paling menggembirakan ketika samawa di pandang
dalam ruang yang terbuka dan tetap berada sebagai penopang keluhuran
bangsanya sendiri.
BAHAN 1) Hati sapi ½ kg
2) Daging ½ kg
3) Jeroan ½ kg
4) Minyak goreng ¼ botol
5) Kelapa ½ butir
BUMBU
1) Bawang merah 1 ons
2) Sereh 4 batang
3) Bawang putih 5 siung
4) Jeruk nipis ½ butir
5) Lombok merah 5 buah
6) Asam 4 mata
7) Lombok rawit 3 buah
8 ) Daun jeruk purut 1 lembar
9) Kemiri 5 biji
10) Belimbing wuluh 5 buah
11) Lada 5 biji
12) wijen 10 sendok makan
13) Laos 1 potong
CARA PEMBUATAN
1) Hati, daging, jeroan direbus lalu diiris-iris.
2) Kelapa diparut, sebagian dibuat santan, sebagian disangan dan dihaluskan.
3) Wijen disangan dan dihaluskan.
4) Lada, garam, bawang merah, bawang putih, lombok rawit, kemiri dihaluskan, ditumis, dimasukkan laos dan sereh.
5) Santan dan kelapa sangan dimasukkan, dibiarkan sampai kental lalu diangkat, dibiarkan sampai dingin dan wijen dimasukkan.
6) Bawang merah, lombok merah, daun jeruk purut diiris-iris, lalu digoreng. Belimbing diiris bulat-bulat.
7) Daging, hati, jeroan dan sebagian bumbu yang digoreng dan bumbu yang ditumis dicampur.
8 ) Masakan ini dihiasi dengan bumbu yang digoreng (no.6).
sumber : http://www.sumbawakab.go.id/page.php?id=99
Wisata Kuliner
1. Singang
Pulau Sumbawa, utamanya
Kabupaten Sumbawa, selain dikenal daerah yang kaya bahan tambang dan
sentra peternakan, ternyata juga memiliki khazanah kuliner yang sangat
menggugah selera. Salah satu khazanah kuliner itu adalah Singang.
Singang, begitulah masyarakat di Sumbawa menamai masakan tradisional berbahan ikan segar ini. Ikan segar yang dibumbui dengan berbagai macam rempah tersebut selintas mirip dengan gulai ikan karena kuahnya.
Dari tampilannya saja, kuah Singang sudah cukup menggugah selera. Warna kuah yang kekuningan dipadu dengan warna hijau daun kemangi dan warna merah cabe rawit, menjadikan menu masakan ini terlihat segar. Sementara rasa kuah Singang yang didalamnya ada asam Jawanya, terasa agak asam, tapi sangat lezat.
Singang, begitulah masyarakat di Sumbawa menamai masakan tradisional berbahan ikan segar ini. Ikan segar yang dibumbui dengan berbagai macam rempah tersebut selintas mirip dengan gulai ikan karena kuahnya.
Dari tampilannya saja, kuah Singang sudah cukup menggugah selera. Warna kuah yang kekuningan dipadu dengan warna hijau daun kemangi dan warna merah cabe rawit, menjadikan menu masakan ini terlihat segar. Sementara rasa kuah Singang yang didalamnya ada asam Jawanya, terasa agak asam, tapi sangat lezat.
Untuk bisa menikmati
menu masakan ini di Sumbawa tidak terlalu sulit, karena cukup banyak
warung makan di sumbawa yang menyediakan menu yang satu ini. Salah satu
warung yang sudah lama menyajikan masakan khas ini berada di dekat
monumen arah kota Sumbawa.
Singang, menurut pengelola warung makan di Sumbawa, berbahan ikan segar. Ikan yang dipilih boleh apa saja. Namun, mereka menganjurkan menggunakan ikan bandeng atau kakap.
Sebelum dimasak, ikan dipotong-potong sesuai selera. Sedangkan bumbu-bumbu yang dibutuhkan seperti cabe rawit, bawang putih & bawang merah, kemiri, kunyit untuk menghilangkan bau dan memberi warna masakan, asam Jawa secukupnya, minyak goreng secukupnya, daun kemangi, cabe rawit ijo dan air secukupnya.
Singang, menurut pengelola warung makan di Sumbawa, berbahan ikan segar. Ikan yang dipilih boleh apa saja. Namun, mereka menganjurkan menggunakan ikan bandeng atau kakap.
Sebelum dimasak, ikan dipotong-potong sesuai selera. Sedangkan bumbu-bumbu yang dibutuhkan seperti cabe rawit, bawang putih & bawang merah, kemiri, kunyit untuk menghilangkan bau dan memberi warna masakan, asam Jawa secukupnya, minyak goreng secukupnya, daun kemangi, cabe rawit ijo dan air secukupnya.
Untuk memasaknya,
semua bumbu dihaluskan, mencapurkan asam Jawa dengan air putih,
memanaskan minyak goreng untuk menumis bumbu hingga baunya harum.
Setelah itu, masukan air asam Jawa hingga mendidih, masukan ikan
hingga mengental.
Langkah berikutnya, memmasukkan cabe rawit kemangi ( tidak perlu terlalu lama), diangkat dan dituangkan ke dalam mangkuk dan siap dihidangkan bersama nasi putih. Singang sangat nikmat disajikan dalam keadaan panas.
Langkah berikutnya, memmasukkan cabe rawit kemangi ( tidak perlu terlalu lama), diangkat dan dituangkan ke dalam mangkuk dan siap dihidangkan bersama nasi putih. Singang sangat nikmat disajikan dalam keadaan panas.
2. Sepat
Provinsi Nusa Tenggara Barat, terutama Pulau Lombok biasanya hanya
terkenal dengan ayam Taliwang. Namun di Pulau Sumbawa tepatnya di Kabupaten Sumbawa, juga menyimpan
kuliner khas lain yakni ikan kuah sepat khas Sumbawa. Ikan celup kuah
sepat adalah ikan bakar yang disajikan dengan nasi putih, sambal tomat
dan irisan mentimun. Ikan yang dipilih biasanya adalah jenis kakap dan
baronang serta berukuran sedang.
Kuah sepat terbuat dari terong,
mangga muda, daun aru dan ketimun belimbing wuluh, tomat, kemiri dan
asam Sumbawa. Bahan ditaruh di dalam mangkuk kemudian dituangi air. Kuah
sepat disajikan tanpa dimasak lebih dahulu. Ini menjadikan kuah ini
terasa asam segar. Rasanya seperti acar. Bedanya, asam kuah ini alami
dari bahannya, bukan karena cuka.
Masakan yang menggunakan kuah sepat bisa disebut ikan celup kuah sepat karena cara memakannya. Daging ikan disuwir, dicelupkan ke kuah sepat lalu dicocolkan di sambal tomat, baru dimakan.
Saat menyentuh lidah, rasanya lengkap. Ada rasa manis dari ikan bakar, asam kuah sepat serta pedas dari sambal tomat. Semua papila lidah mencecap masakan. Kita akan berpikir, masakan ini lezat.
Ikan kuah sepat paling pas disantap saat makan siang. Nasi putih pulen berpadu dengan citarasa masakan ikan memberi kenikmatan dan pasokan energi setelah tenaga dikuras.
Sembari menyantap ikan kuah sepat, paling pas ditemani kelapa muda utuh dengan perasan jeruk nipis. Hmm... siang bolong nan terik jadi terasa sejuk dan segar.
Ikan kuah sepat bisa dicicipi bila Anda berkunjung ke Pantai Goa di Kabupaten Sumbawa. Warung-warung di pinggir pantai yang menyajikan kreasi kuliner ini sambil menikmati indahnya panorama pantai Tanjung Pengamas.
Masakan yang menggunakan kuah sepat bisa disebut ikan celup kuah sepat karena cara memakannya. Daging ikan disuwir, dicelupkan ke kuah sepat lalu dicocolkan di sambal tomat, baru dimakan.
Saat menyentuh lidah, rasanya lengkap. Ada rasa manis dari ikan bakar, asam kuah sepat serta pedas dari sambal tomat. Semua papila lidah mencecap masakan. Kita akan berpikir, masakan ini lezat.
Ikan kuah sepat paling pas disantap saat makan siang. Nasi putih pulen berpadu dengan citarasa masakan ikan memberi kenikmatan dan pasokan energi setelah tenaga dikuras.
Sembari menyantap ikan kuah sepat, paling pas ditemani kelapa muda utuh dengan perasan jeruk nipis. Hmm... siang bolong nan terik jadi terasa sejuk dan segar.
Ikan kuah sepat bisa dicicipi bila Anda berkunjung ke Pantai Goa di Kabupaten Sumbawa. Warung-warung di pinggir pantai yang menyajikan kreasi kuliner ini sambil menikmati indahnya panorama pantai Tanjung Pengamas.
Sepat adalah masakan
khas daerah Sumbawa, rasanya asam - asam segar. Biasanya di bulan puasa,
30 hari puasa maka 30 hari sepat hadir menemani berbuka.
masakan yang satu ini terbuat dari ikan yang diiris medium size dan
dibakar. Lalu dihidangkan dengan kuah dengan bumbu-bumbu yang begitu
lezat. Ibu- ibu yang ngidam selalu pengennya sepat, makanan ini populer
di Sumbawa. Memang inilah salah satu resep masakan khas
daerah Sumbawa.
3. Gecok
Gecok merupakan salah satu masakan khas Sumbawa yang berbahan utama daging dan jeroan sapi.
dihidangkan dengan cara seperti ditumis dan dibalut dengan parutan kelapa berbumbu.
Gecok merupakan salah satu masakan khas Sumbawa yang berbahan utama daging dan jeroan sapi.
dihidangkan dengan cara seperti ditumis dan dibalut dengan parutan kelapa berbumbu.
kesan garing, renyah, dan gurih menyelimuti makanan khas Sumbawa ini.
BAHAN 1) Hati sapi ½ kg
2) Daging ½ kg
3) Jeroan ½ kg
4) Minyak goreng ¼ botol
5) Kelapa ½ butir
BUMBU
1) Bawang merah 1 ons
2) Sereh 4 batang
3) Bawang putih 5 siung
4) Jeruk nipis ½ butir
5) Lombok merah 5 buah
6) Asam 4 mata
7) Lombok rawit 3 buah
8 ) Daun jeruk purut 1 lembar
9) Kemiri 5 biji
10) Belimbing wuluh 5 buah
11) Lada 5 biji
12) wijen 10 sendok makan
13) Laos 1 potong
CARA PEMBUATAN
1) Hati, daging, jeroan direbus lalu diiris-iris.
2) Kelapa diparut, sebagian dibuat santan, sebagian disangan dan dihaluskan.
3) Wijen disangan dan dihaluskan.
4) Lada, garam, bawang merah, bawang putih, lombok rawit, kemiri dihaluskan, ditumis, dimasukkan laos dan sereh.
5) Santan dan kelapa sangan dimasukkan, dibiarkan sampai kental lalu diangkat, dibiarkan sampai dingin dan wijen dimasukkan.
6) Bawang merah, lombok merah, daun jeruk purut diiris-iris, lalu digoreng. Belimbing diiris bulat-bulat.
7) Daging, hati, jeroan dan sebagian bumbu yang digoreng dan bumbu yang ditumis dicampur.
8 ) Masakan ini dihiasi dengan bumbu yang digoreng (no.6).
sumber : http://www.sumbawakab.go.id/page.php?id=99
HUKUM ADAT PERKAWINAN SUMBAWA (Tau Seloto)
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masyarakat Sumbawa dalam bentuk yang asli memiliki struktur
hukum adat tersendiri. Bentuk masyarakat
hukum tersebut berbeda antara kelompok masyarakat yang satu dengan yang lainnya.
Kelompok-kelompok tersebut menyebar di
berbagai tempat di daerah lain di Sumbawa. Perbedaan kelompok tersebut tecermin dalam upacara adat dalam
perkawinan tradisional.
Prosesi Pernikahan Tau Samawa atau masyarakat Sumbawa
sebenarnya tidaklah jauh berbeda dengan
masyarakat lain di Indonsia. Namun tentu adat istiadat yang menyertai prosesi
itu sangat berbeda dan punya keunikan tersendiri. Beberapa prosesi tersebut di
antaranya: Bajajak, Bakatoan, Basaputis, Bada, Nyorong, Nikah, Basai.
Sejak adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 (UU
Perkawinan) telah ditetapkan ketentuan-ketentuan tentang perkawinan yang
berlaku bagi semua warga Negara Indonesia. Dengan demikian, berlakulah system
lex Specialis Derogat Lex Generalis, di mana undang-undang khusus menyampingkan
undang-undang umum, sehingga setiap perkawinan mengacu kepada undang-Undang
tersebut bersifat khusus. Di dalam UU Perkawinan pada pasal 1 menyatakan bahwa
perkawinan diartikan sebagai ikatan lahir batin seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami-istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut R.
Soetojo Prawirohamidjo,pasal 1 UU Perkawinan, mengandung unsur:
1. Ikatan Lahir Batin
Ikatan
lahir batin merupakan yang dapat lihat dan mengungkapkan adanya hubungan hukum antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami istri, hal
ini disebut sebagai hubungan formal.
2. Antaran seorang pria dengan seorang
wanita
Ikatan
perkawinan hanya boleh terjadi antara seorang pria dan seorang wanita. Perkawinan seorang pria dengan seorang
pria atau antara seorang wanita dengan
seorang wanita atau seorang wadam dengan seorang wadam tidak mungkin terjadi.
3. Sebagai suami istri
Ikatan
perkawinan didasarkan pada suatu perkawinan yang sah, apabila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh
Undang-Undang, baik syarat-syarat intern
maupun syarat eksternnya.
4. Tujuan perkawinan
Tujuan
perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal.
Keluarga adalah kesatuan yang terdiri ayah, ibu, anak selaku sendi dan dasar
susunan masyarakat Indonesia. Membentuk keluarga yang bahagia erat hubungan
dengan keturunan yang merupakan pula tujuan perkawinan, sedangkan pemeliharaan
dan pendidikan anak-anak menjadi hak dan kewajiban orangtua. Untuk mendapatkan
hal ini, diharapkan kekekalan dalam perkawinan, yaitu bahwa sekali orang
melakukan perkawinan, tidak akan bercerai untuk selama-lamanya, kecuali cerai
karena kematian.
5. Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
Sebagai
Negara yang berdasarkan pancasila, sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, maka
perkawinan mempunyai hubungan erat dengan agama, kerohanian, sebagai perkawinan
bukan saja mempunyai unsur lahir batin atau jasmani, akan tetapi unsur
batin/rohani juga mempunyai perananan penting. Apabila kita ambil makna dari
arti perkawinan dalam ketentuan Undang Undang
hukum perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, serta bertujuan untuk mewujudkan kehidupan
rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Berdasarkan
uraian di atas, kita telah memiliki pengertian tentang hokum perkawinan adat Sumbawa serta
pengertian perkawian menurut hukum tertulis, yakni UU Perkawinan.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana system perkawinan menurut hukum adat Sumbawa?
2.
Bagaimana proses atau tahapan-tahapan perkawinan
dalam adat Sumbawa?
C. TUJUAN
1.
Agar dapat mengatahui system perkawinan menurut
hukum adat Sumbawa
2.
Agar dapat mengatahui proses atau tahapan-tahapan
perkawianan dalam adat Sumbawa
BAB II
PEMBAHASAN
A. Rangkaian Upacara Perkawinan
Perkawinaan menurut hukum adat Sumbawa atau yang disebut
juga Tau Samawa merupakan suatu ikatan antara pria dengan wanita sebagai
suami-istri untuk bermaksud mendapatkan keturunan dan membangun serta membina
kehidupan keluarga rumah tangga, tetapi juga berarti suatu hubungan hukum adat
yang menyangkut para anggota kerabat dari pihak istri dan dari pihak suami
dengan agama dan kepercayaan yang dianut dari pihak istri dan suami. Dengan
terjadinya perkawinan, maka suami-istri mempunyai ewajiban memperoleh keturunan
yang akan menjadi penerus silsilah orangtua dan kerabat.
Oleh karena itu, perkawinan menurut hukum adat Sumbawa
sebetulnya untuk mendapatkan atau memperoleh keturunan dari perkawinan antara
seorang laki-laki dengan wanita yang mempunyai kekerabatan yang erat dengan
silsilah dalam keluarganya agar garis keturunan tetap eksis dalam komunitasnya.
Namun hal tersebut tidak berarti mengesampingkan hal-hal yang menyangkut
kehidupan sehari-hari dalam membina dan membangun rumah tangga yang harmonis di
dalam hubungan yang menyangkut keluarga.
Tujuan dari perkawinan yang utama dalam hukum adat Sumbawa
adalah untuk melahirkan keturunan. Akan tetapi maksud dan tujuan perkawinan
hukum adat Sumbawa ditentukan oleh bentuk dengan cara menarik garis keturunan
yang mana hal tersebut dibagi beberapa golongan dari garis keturunan yang ada.
Berbagai adat dan keberagaman upacara tradisional masih tetap dilestarikan
dalam masyarakat adat Sumbawa ini.
1.Persiapan
Sebelum
memasuki rangkaian upacara inti dalam adat upacara perkawinan di Sumbawa,
terlebih dahulu dilakukan persiapan yang cukup panjang berkenaan dengan usaha
kedua belah pihak keluarga untuk menjalin hubungan yang harmonis. Proses
persiapan ini dimaksudkan untuk melayani segala sifat dan tabiat masing-masing,
sehingga dengan bersatunya kudua anak-anak mereka kelak tidak mendapat hambatan
yang diakibatkan oleh adanya perbedaan sifat dan akibat oleh adanya perbedaan
sifat dan tabiat masing-masing. Adapun tahap persiapan pelaksanaan upacara tersebut
adalah sebagai berikut:
a.
Maleseng (perkenalan)
Apabila seorang pemuda menaruh
hati pada seorang gadis, biasanya keinginan itu tidak disampaikan secara
lansung kepada si gadis akan tetapi keinginannya itu disampaikan kepada ketua
remaja atau orang lain yang dapat dipercaya supaya melakukan pengamatan atau
penelitian terhadap si gadis guna mengatahui beberapa hal antara lain:
-
Keluarganya;
-
Tingkah laku serta tabiat si gadis baik di rumah
maupun di dalam masyarakat;
-
Apakah si gadis blom ada yang melamar
Apabila hasil pengamatan tesebut menunjukan tidak terdapat hambatan,
pemuda itu lansung mengutarakan kepada orang tuanya supaya meminang gadis yang
dimaksud untuk dirinya.
b.
Bakatoan (menyampaikan kehendak pada orang tua si
gadis)
Setelah semuanya dapat disetujui,
selanjutnya pihak keluarga laki-laki mengutus lagi orang yang melakukan
pengamatan tadi untuk menyampaikan maksud tersebut kepada keluarga (orang tua)
si gadis. Orang tua gadis tidak lansung menerima begitu saja maksud tersebut
akan tetapi terlebih dahulua akan dimintakan persetujuan dari si gadis sendiri
apakah dia mau meneriama lamran tersebut atau tidak. Bila lamran ini diterima
oleh si gadis, orang tua si gadi meminta waktu (ditegal) kepada utusan tadi
untuk memberitahukan rencaba ini kepada seluruh keluarga, dan setelah itu baru
dapat memberikan keputusan. Kemudian utusan tadi kembali kepada pihak keluarga
pemuda untuk menyampaikan berita tersebut dengan kalimat “Roa tapi tegal dunung mudi regam” artinya mau juga tapi jangan
dulu dipastikan karena dua atau tiga hari ini orang tua si gadis akan member
tahukan dulu kepada seluruh keluarganya. Setelah semuanya telah diberitahu dan
bisa menyetujuinya, diutuslah salah seorang dari keluarga si gadis untuk
menyampaikan kepastian kepada orang tua pemuda. Kegiatan ini disebut “Antat ling putis” (memberitahukan
kepastian).
c.
Ngajak (berdandang)
Selanjutnya si pemuda dating untuk
pertama kalinya ke rmah si gadis yang telah resmi menjadi pacaranya, pada malam
hari yang telah ditentukan dengan membawa “Mako Mama” (tembako dan siri pinang)
yang dibungkus dengan sapu tangan serta “Ade Pang Bao Mama” yaitu barang
keperluan si gadis seperti bakal baju, batik dan sebagainya yang dianggap cocok
untuk dipakai oleh si gadis. Kedatangan si pemudah kerumah pacarnya ini
ditemani oleh satu atu dua orang pemuda yang sudah mempunyai pengalaman ngajak
(berdandang). Semaentara itu di rumah si gadis telah disiapan penyambutan
khusus dengan mengundang para keluarga dekat, pemuka adat dan pemuka masyarakat
yang akan menyampaikan nasihat kepada si pemuda. Adapun isi nasihat yang sering
disampaikan oleh pemuka yang telah ditunjuk antara lain sebagai berikut:
“Ao tu,
telu to’na ta-d saksi apap kro’a bai baletana, ka kalekt mangan.tapi si-ong ka
nan karo’a dadi’. Ka surut. Kami tloka ta mat saksi ke mat skuet bna tak jangim
nene-e tu karo tau rua dngan ta. Dadi naa mu sling bri-I ba-e tapi num saling
pdi-i. nan de bra’ kmdi-n, sin kmri siom yat ba’u ukur dadi-i. tapi kmandita
tbau tao jangka karoa tau nan.
Dadi mha
kam saling bri-I nanm sling bri-I nanm sling pdi’ na’a snenge ling pia skayu.
Ma’m slamat sama rua-rua. Ba nand nasa det bau beang lako neneke. Sangkad dunu
mudi saling skued kbali”.
Artinya: yah anak-anak. sekang ini kamu saksikan,
kenapa kami orang tua ini dipanggil oleh siempunya rumah ini. Maksudnya adalah
supaya kami dapat menyaksikan dan memberikan nasuhat pada kalian yang sudah saling
mengenal dengan putrinya, siempunya rumah ini. Jadi sekarang jangan sampai kamu
hanya mengenal dan menyayangi saja, tetapi kamu harus mempunyai rasa cinta dan
kasih yang dalam seperti yang dituntut oleh agama kita (islam). Jangan sampai
kalian dengar pengaruh-pengaruh yang akan marusak hubungan kalian berdua,
supaya kalian selamat samapai tujuan. Jadi cukuplah yang bisa kami berikan,
yang penting walaupun sedikit, tetapi harus selalu diingat. Sekian dulu nanti
kita tambah pada kesempatan yang lain.
Selepas acara menasihati pemuda
sebagai pacar resmi sang gadis di rumah itu maka selsai pulalah rankaian acara
Ngajak ini. Hal ini bukan berarti si pemuda boleh dating bermain-main ke rumah
pacarnya, kerena sang pemuda masih harus menjalani satu acara kunjungan yang disebut “Ngajak mesa”.
d.
Ngajak Mesa
Pada malam berikutnya si pemuda
dating lagi ke rumahpacarnya setelah suasana desa sepih dan semua warga desa
sudah tertidur. Kedatangan yang kedua kali ini hanya diterima oleh sang pacar
dan orang tuanya. Pada kunjungan ini sengaja diperlambat supaya ada kesempatan
kepada kedua orang yang sedang pacaran ini untuk bicara berdua yang dilanjutkan
bicara dengan orang tua si gadis. Pembicaraan ini dimaksudkan sebagai
peringatan kepada keduanya supaya hubungan yang telah terjalin jangan sampai
putus ditengah jalan. Untuk itu harus dijaga adalah masalah tingkah laku dan
tidak boleh begitu sajamempercayai hasutan orang lain.
Setelah acara ini selsai, pada hari-hari
berikutnya si lelaki sudah dapat bebas mendatangi rumah pacaranya, namun belum
bisa tampil berdua atau berjalanberduaan karena orang yang berpacaran sangat
dilarang oleh adat untuk pergi bersama sekalipun dalam suasana keramaian desa.
Dalam hal ini menurut adat, pihak laki0laki mempunyai kewajiban untuk menjenput
sang pacar supaya dating ke acara
pengantinan atau keramaian lainnya, namun hal itu harus ditemani oleh
orang lain baik laki-laki ataupun perempuan.
e.
Lalo Batemung (saling berkunjung)
Dalam menjalani masa pacaran
(rabulung) ini, orang tua kedua belah pihak
saling berkunjung ke rumah
masing-masing yang didahului oleh oleh orang tua pihak laki-laki untuk kemudian
pihank orang tua wanita akan membalas kunjungan itu. Saling mengujungi ini
dilaksanakan dengan tujuan untuk mempererat hubungan yang telah terjalin
melalui anak-anak mereka dan menepis hal-hal yang dapat menimbulkan terjadinya
kesalah pahaman antara keduanya.
Setelah beberapa saat masa pacaran
dimulai dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan serta semua persiapan
untuk melansungkan acara perkawinan sudah ada, pihak orang tua perempuan akan
melakukan “buyalin” (menanyakan) kepada
anak gadisnya apakah sudah bersedia dikawinkan dengan pacaranya. Apabila sudah
dinyatakan bersedia, mulailah pihak orang tua si gadis mempersiapkan segala
sesuatu dalam memasuki acara inti daripada perkawinan tersebut.[1]
2. Upacara Perkawinan
setelah
melalui proses yang begitu panjang, maka direncanakan pelaksanaan upacara inti
perkawinan. Rangkaian upacara inti dalam perkawinan adat Sumbawa adalah sebagai
berikut:
a.
Basedak (menyampaikan keinginan)
Apabila si gadis sudah menyatakan
bersedia untuk dikawinkan, pihak keluarga akan melakukan “basedak”
(menyampaikan keinginan agar anak-anak yang sedang berpacaran ini boleh
dikawinkan) kepada orang tua laki-laki. Setelah pihak keluarga laki-laki
menyatakan kesiapannya, dengan sendirinya kedua belah pihak telah sepakat untuk
melansungkan acara perkawinan tersebut. Adapun keputusan mengenai hari pelaksanaan sertapenunjukan terhadap beberapa
anggota keluarga yang ditugasi sebagai penghubung, ditentukan melalui kegiatan
sebagai berikut:
-
Batemung (melakukan pertemuan)
Kedua belah pihak mengadakan pertemuan di rumah
pihak perempuan untuk membicarakan berbagai masalah yang menyangkut rencana
perkawinan anak-anak mereka. Dalam pertemuan ini pembicaraan berkisar pada
penentuan hari perkawinan oleh keluarga yang berhajat yang nantinya akan dipandukan dengan
penentuan hari yang dilakukan oleh (Kepala Dusun) selaku pengatur sejumlah acara perkawinan
yang dilaksanakan tersebut.
-
Basaputis (mengambil keputusan)
Kegiatan ini disebut juga “Repulung Bale”
(musyawarah keluarga dimasing-masing pihak) untuk membicarakan masalah yang
berkaitan dengan berbagai keperluan agar acara perkawinan terlaksana dengan
baik. Dalam pertemuan tersebut juga ditunjuk masing-masing salah seorang
keluarga yang dipercaya sebagai “Tau bang angkang boat” (wakil keluarga sebagai
penghubung selama acara berlansung).
-
Basangatas (memberitahukan kepada pemnagku adat)
Kedua penghubung yang telah ditunjuk akan bertugas
menghubungi pemangku adat (Kepala Dusun) untuk memberitahukan rencana
perkawinan putra putrid kedua keluarga merkasekaligus meminta petunjuk mengenai
waktu yang tepat dan baik bagi pelaksanaan perkawinan tersebut.
b.
Repulung (musyawarah)
Kegiatan musyawarah ini dihadiri
oleh seluruh keluarga kedua belah pihakserta pemuka masyarakat dan pemuka adat.
Musyawarah tersebut dilaksanakan untuk menyatukan pendapat mengenai pelaksanaan
acara perkawinan. Musyawarah ini dipimpin oleh salah seorang yang telah
ditunjuk oleh kedua belah pihak yang disebut “Otak Pulung” (pemimpin rapat).
Adapun keputusan yang dihasilkan dalam musyawarah ini menyangkut
pengangkatan beberapa orang petugas
untuk melaksanakan tugas sesuai dengan dengan keahlian masing-masing. adapun
para petugas yang ditetapkan melalui musyawarah tersebut adalah:
-
Namong merupakan orang yang ditunjuk untuk
menyampaikan undangan secara lisan kepada segenapa anggota masyarakat agar ikut
dalam setiap tahap yang dilalui dalam acara perkawinan tersebut. Namong ini biasanya
sudah bisa menentukan siapa yang harus
diundang untuk hadir dalam acara dan siapa pulang yang tidak peril diundang
untuk hadir dalam acara perkawinan tersebut.
-
Jarum (penghubung) yang ditunjuk oleh pihak keluarga
laki-laki yang bertugas mengkoordinir jalanya upacara secara keseluruhan serta
bertanggung jawab atas baik buruknya acara perkawinan tersebut.
-
Tukang Jangan
yaitu orang yang diberi tugas untukmengurus sayur dan lauk pauk serta
membaginya secara adil kepada pihak laki-laki dan pihak perempuan. Penyaluran
kepada masing-masing pihak ini dilakukan melalui Tukang Jangan yang telah
ditunjuk oleh masing-masing pihak.
-
Panatia (panitia) orang yang bertugas mengatur
pelaksanaan upacara dirumah masing-masing pihak dan selanjutnya bertanggung
jawab kepada “jarum”.
-
Sawi merupakan penghubung antara keluarga pihak
laki-laki dan keluarga pihak perempuanyang mempunyai kedudukan setingkat dengan
panitia.
-
Saneng adalah seorang pemuda yang ditunjuk dari
keluarga dekat pihak laki-laki yang akan duduk mendampingi pengantin wanita
dalam setiap tahap upacara yang akan dilalui serta berta bertanggungjawab atas
keamanan di rumah tempat pelaksanaan upacara perkawinan. Penunjukan seneng
sebagai pengawal ini berkaitan dengan adanya kekhawatiran atas keselamatan
pengantin wanita terhadap usaha pemuda lain untuk merebut penganten wanita atau
usaha dukun yang ingin menggagalkan acara perkawinan tersebut. Kadang-kadang
Seneng ini berperan sebagai perantara antara “sandro” (dukun) yang khusus
menjaga pengantin wanita dengan pengantin yang dikawalnya.
-
Pesuru yaitu orang yang ditunjuk oleh pihak
pengantin laki-laki sebagai pendamping pengantin wanita selama acara
berlansung.
-
Bapak Praja yaitu orang yang ditunjuk dari keluarga
dekat kedua pengantin yang akan duduk mendampingi “seneng” bertugas sebagai
pembantu seneng.
-
Ina Praja yaitu beberapa orang gadis dari keluarga
dekat kedua pengantin yang akan duduk menemani pengantin masing-masing.
diantara Ina Praja yang duduk bersama pengantin ada tiga orang yang diberi
tenpat duduk yang tetap sebagai:
ü Tau Ronan
yaitu Ina Praja yang duduk disamping pengantin baik pengantin wanita maupun
pria.
ü Tau Tegal
yaitu Ina Praja yang duduk di depan sebelah kiri atau kanan pengantin
masing-masing.
ü Ina Praja
Pang Katokal Senang yaitu Ina Praja yang duduk di samping Tau Rona sebagai
pembantu Tau Rona.
c.
Ano Ai-Kayu (mempersiapkan)
Setelah para petugas ditunjuk maka
masing-masing mengambil pekerjaan sesuai tugas masing-masing. sehari sebelum
acara berlansung ada tiga hal yang perlu dipersiapkan pada masing-masing rumah
pengantin tersebut, yakni:
-
Antat Kayu Jangan yaitu mengumpulkan atau mengatur
kayu api dan sayur-sayuran ke rumah seorang yang telah ditentukan oleh
masing-masing pihak sebagai tempat untuk memasak.
-
Gagas bale yakni kegiatan memperbaiki, mengatur
serta menghias rumah yang telah ditetapkan sebagai tempat berlansung acara
perkawinan seperti rumah untuk tempat memasak, rumah tempat pengantin serta
rumah untuk tempat “managan tau loka”.
-
Sole Isi yakni kegiatan kaum ibu untuk
meminjam/mengumpulkan wadah memasak serta wadah untuk makan.
d.
Ano Tama Pengantan
Kegiatan yang akan dilakukan adalah:
-
Batene adalah Kegiatan kaum ibu yang mendatangi
rumah tempat memasak dengan membawa bahan yang akan disumbangkan dalam acara
perkawinan berupa beras, kelapa, gula, tikar, bantal, dan lain-lain.
-
Ngukus Ngenang adalah kegitana mengukus ketan yang
dikrjakan secara bersama oleh ibu-ibu yang dating untuk Batane (memberi sumbangan).
Nasi ketan ini disipkan untuk pelaksanaan acara “Taek Tau Nempu” (naiknya
pemuda dan pemudi yang sudah bersetatus taruna dan dedara untuk meramaikan
acara tokal mesa’).
-
Mongka-ngela adalah kegitan memasak nasi dan sayur
yang dipersiapkan untuk acara “Pateha Loto” (do’a bersama)
-
Eta Seneng, Bapak Praja, Ina Praja serta Pries
adalah kegitan menjemput para pemuda dan pemudi (Seneng, Bapak Praja, dan Ina
Praja), yang akan mendampingi pengantin, serta Parias penganti oleh seorang
yang telah ditunjuk untuk kemudian diantar ke rumah yang telah disiapkan untuk
mengantin (rumah plemainan)
-
Entek Seneng, Bapak Praja/Tokal pangaten yaitu
sebelum duduk di rumah plaminan terlebih dahulu pengantin putrid dimandikan
guna menyucikan diri sebagai persiapan memasuki upacara perkawinan yang
dianggap suci oleh masyarakat ini. Selanjutnya dengan didampingi oleh Seneng,
Bapak Praja dan Ina Praja sang pengantin menuju tempat duduknya.
-
Entek Tau Nempu Petang, sampainya para pemuda dan
pemudi yang sudah berstatus Taruna-Dedara di rumah pelaminan menandai
dimulainya acara Tokal Mesak. Kedatangan pemuda pemudi tersebut untuk ikut
meramaikan acra perkawinan. Oleh karena itu acara ini disebut “Entek Tau
Nempu”. Dalam acara ini para pemuda tersebut akan menyajikan hiburan berupa
“ratib” (zikir) yang diiringi bunyi “Rebana kebo” (Rebana besar). Acara ratib
rebana kebo ini berlansung dari jam 8.00 sampai dengan menjelang tengah malam
dan diahiri dengan makan malam bersama di tempat itu dengan sajian nasi ketan
yang dibumbui dengan campuran gula merah dan kelapa.
-
Beling Rebana / Basarame, setelah itu dilanjutkan
dengan acara hiburan dengan melantunkan Ratib Rebana Ode (rebana kecil) seta
“Balawas” (melantunkan semacam pantun bahasa Sumbawa) secara bergantian antara
para pemuda dan pemudi untuk menghibur pengantin dan berlansung hingga larut
malam.
-
Pateha Loto yakni kegiatan do’a dan makan bersama,
berlansung pada pagi hari setelah sholat subuh yang diikuti oleh para pemuka
adat, pemuka masyarakat serta pemuka agama. Acara ini dilaksanakan dengan
maksud memohon kepa Allah SWT. Semoga acara perkawinan dapat berlansung dengan
aman dan tetap mendapat ridha dari-Nya.
-
Waked (Akad) yaitu acara akad atau meresmikan
hubungan antara pemuda dan gadis menjadi sepasang suami istri biasanya
dilansungkan di masjid dihadiri oelh parah pemuka agama dan hadirin yang akan
menyaksikannya. Adapun yang melakukan akad adalah pengantin laki-laki dengan
orang tua atau wali pengantin wanita sendiripun ikut menyaksikan dengan
ditemani oleh semua Tau Tegal (para pendamping).[2]
3 3. Upacara Sesudah Nikah
Acara adat
yang dilansungkan setelah Wakat (akad nikah) dikenal dengan nama “Ano Karea”
yang rangkainya terdiri atas:
a.
Basarame
Adalah kegitan menghibur pengantin
baru yang dilakukan oleh para pemuda baik sedang (usia 17 tahun) maupun Taruna
(usia 20 tahun). Acara hiburan yang disajiakan adalalah ratib rabana yang
dilakikan sejak pagi hingga menjelang tengah hari atau pukul 10:00. Saat acara
selanjutnya dimulai.
b.
Entek Tau Nempu Ano
Acara hiburan ini menjadi resmi
bila memasuki acara Entek Tau Nempu Ano (acara husus untuk mereka yang telah
memasuki status Taruna-Dedara dengan sajian hiburan Ratib Rebana Kebo yang
digunakan adalah rebana yang husus dipakai untuk acara ente tau nempu petang
dan entek tau nempu ano.
Menurut kepercayaan masyarakat,
rebana kebo yang terdiri dari enam buah tersebut merupakan rebana bertuah yang
tidak boleh diperlakukan secara semberangan. Rebana tersebut biasanya dibagi
menjadi duayaitu satu set (tiga buah), dipakai pada acara yang dilaksanakan di
rumah pengantin peria dan tiga buah lainnya dipakai di rumah pengantin wanita.
Apabila terjadi perlakuan yang tidak wajar terhadap rebana kebo biasanya akan
menimbulkan mala petaka baik pengantin, keluarga, bahkan masyarakat disekitarnya.
c.
Mangan Sama
Merupakan acara makan bersama
khusus kaum ibu yang hadir di rumah pengantin (tempat memasak) yang
dilaksanakan sektar pukul 11 siang. Acara makan bersama ini dimaksudkan untuk
menjamu para ibu-ibu. Acara tersebut dipimpin oleh seorang ibu yang dianggap
sesepuh atau istri kepal desa sambil memberikan wejangan sebagai peringatan
untuk tetap melaksanakan acra-acara yang telah dituntun oleh adat istiadat yang
berlaku dalam desa, dengan harapan agar terhindar dari mala petaka akibat tidak
tertibnya masyarakat dalam melaksanakan adat itu sendiri.
d.
Nyorong
Adalah pergi mengantarkan uang
mahar yang dilakukan oleh pihak keluarga pengantin laki-laki kepada pengantin
wanita. Orang yang mengantar mas kawin pada saat nyorong ini sebelum pergi ke
tempat pengantin wanita terlebih dahulu singga ditempat “Mangan Tau Loka” guna
mendapatkan kesaksian besarnya jumlah maskawin tersebut dan setelah dinyatakan
cukup barulah rombongan ke rumah pengantin wanita untuk menyerahkan uang
tersebut kepada seneng yang memang bertugas untuk menerima mahar.
e.
Mangan Tau Loka
Adalah acara makan bersama segenap
kaum laki-laki yang dilaksnakan pada sore hari. Sebelum acara makan dimulai
dilaksanakan tahlilan adan do’a bersama, dengan harapan semoga acara yang
dilaksanakan mendapat rahmat dan berkah dari Allah SWT. Para hadirin yang
dating pada acara makan ini juga membawa “tane” berupa uang sebagai sumbangan
kepada pengantin dan keluarganya. Pada saat inilah rombongan yang melaksankan
kegiatan nyorong singgah untuk memberikan kesaksian kepada pemuka adat dan
hadirin mengenai jumlah uang mahar yang akan diserahkan kepada pengantin
wanita.
f.
Ngiring
Selepas acara mangan tau loka dilaksanakan acara
ngiring yaitu penngantin laki-laki meninggalkan rumahnya menujuh rumah pegantin
wanita dengan diiringi olehorang tua, dan handai tolan. Sebagai pendamping
pengantin adalah saneng dan bapak praja serta ina praja sambil berjalan
pelan-pelan dalam alunan suara dendang ratib yang diiringi tabuhan rabana ade
(rebna kecil).
Setelah pengantin pria brada di
depan rumah pengantin wanita, pengantin wanita didampingi oleh pries dan tau
tegal (ina praja) menjemput pengantin laki-laki di depan pintu dengan membawa
(air ceret) untuk mencuci kaki pengantin pria. Pada saat pengantin pria samapai
di depan pintu, pengantin wanita yang dituntun oleh pengiringnya membersikan
kaki pengantin laki-laki sebagai tanda kesetian dimulai. Selanjutnya
mempersilahkan pengantin laki-laki untuk menuju tempat yang sudah disiapkan.
Sebelum pengantin laki-laki
dipersilahkan duduk terlebih dulu sang isteri mengatur sembah sambil duduk
berlutut dihadapan pengantin laki-laki untuk menunjukan kesiapannya hidup
bersama, baik dalam keadaan senang maupun susah serta pernyataan kesetiaan
untuk membantu suami dalam mencari nafkah hidup keluarga. Pada saat bersamaan
pengantin laki-laki mengibaskan saputangan memutar di atas kepala istrinya
sambil membaca mantra (do’a) “Saturin Sato” (menurunkan hawa nafsu) agar sang
istri tetap tunduk dan taat kepada suami. Sehabis membaca mentera tersebut pengantin
laki-laki duduk dihadapan pengantin wanita yang masi tetap berlutut dan
menerima pengantin wanita seutuhnya.
Setelah selsai acara tersebut
disiapkan sebuah dulang (nampan) yang berisi nasi disebut “Dulang Me Pangantan”
(dulang nasi pengantin) untuk melakukan kegiatan saling menyiapi nasi. Dalam
acara tersebut istri terlebih dahulu menyuapi suaminya dalam menjalani
kehidupan yang baru, untuk selanjutnya sang suami menyiapkan nafkah lahir batin
untuk kebutuhan istrinya. Acara ini diahiri dengan bersalaman dengan pengantin
baru. Dimulai oleh para seneng, Bapak Praja, Ina Praja, Pries serta hadirin
yang selanjutnya.
Dengan berakhirnya acara
bersalaman, selsai pulalah seluruh rangkaian acara perkawinan adat yang
dilaknakan oleh masyarakat Sumbawa atau tau Samawa.
B. Alat-alat Kelengkapan Upacara
1 1. Kelengkapan Pesta
Proses
panjang upacra adat perkawinan tersebut melibatkan banyak peralatan baik
sebagai penunjang maupun kelengkapan yang harus ada dalam setiap proses yang
akan dilalui. Secara adat kelengkapan pesta sangat erat kaitannya dengan
kepercayaan masyarakat terhadap “Arwah leluhur” yang masih dating bahkan ikut
serta dalam proses upacra yang dilaksanakan. Ada beberapa alat kelengkapan
upacra yang masi dikeramatkan oleh masyarakat karena adanya semacam ikatan
terhadap roh leluhur yang menyertai peralatan ini, antara lain:
a.
Rebana Kebo yang dipakai pada acara Entek Tau Nempu.
Rebana ini berjumlah 6 buah yang dipakai di tempat pengantin permpuan 3 buah
dan 3 buah yang lain dipakai di tempat pengantin laki-laki. Adat telah
menentukan bahwa yang boleh memukul rebana kebo adalah pemuda yang sudah
bersetatus Taruna (usia 17 sampai dengan 20 tahun) dan hanya dipakai pada acara
entek tau empuh saja. Untuk acara hiburan selanjutnya akan dipakai rebana ode
(rebana kecil) dan acaranya bersifat umum yang dapat diikuti oleh siapa saja.
b.
Pakaian milik pengantin perempuan senantiasa
terpajang di belakang tempat duduk pengantin wanita pada acara Tokal Mesak
(duduk sendiri). Pakaian yang dipajang ini disamping memang milik pengantin
juga merupakan “Tanek” (sumbangan dari keluarga dan tetangga) kepada pengantin
wanita. Di samping pakaian jga terdapat bantal yang disusun dalam sebuah rak
yang disebut “Tiang Galah” yang sekaligus dijadikan sebagai hiasan pelaminan
dalam acara tokal mesak hingga acara berkhir yaitu menanti datangnya pengantin
laki-laki pada acara Ngiring.
c.
Kelengkapan upacara yang selalu ada bersama Saneng
sebagai pengawal pengantin yang sekaligus sebagai perantara antara Sandro
(dukun) dan pengantin. Pralatan ini digunakan sebagai senjata untuk menghalau
para penunggu jalannya upacara utamanya dalam perjalanan mengiring pengantin
laki-laki menuju rumah pengantin perempuan, peralatan tersebut adalah:
-
Pisao Pangot yaitu sebila pisau dengan mata terbuat
dari besi, hulu dari gading. Pisau ini digunakan sebagai senjata Saneng dalam
mengusir setiap bentuk gangguan terhadap pengantin yang dikawalnya.
-
Owe atau We yaitu senjata saneng yang dibuat dari
rotan yang bercabang empat dihiasi dengan jambul dari benang berwarna warni.
Alat ini merupakan senjata pemberian dukun yang dipakai untuk menghalau
kekuatan gaib yang dapat mengganggu jalannya upacara perkawinan.
d.
Pedupaan terbuat dari tanah liat biasanya dipakai
untuk membakar kemenyan sebagai wahana untuk mengusir pengaruh jahat yang
datang pada saat pengantin dirias.
e.
Disamping peralatan di atas, pada perkawinan
masyarakat Sumbawa juga memakai alat penangkal kekuatan jahat yang disebut
“Same Sentlak” yaitu ramuan yang dicampur denagan bubuk beras yang dilekatkan
pada dahi dan kacamata pengantin. Ramuan ini berwarna merah yang berbentu
bundar dab dikelilingi oleh bintik-bintik putih dengan maksud bahwa dari
pengantin berada di tengah dan dibentengi oleh para pengawal yang siap
menghadapi segala ancaman serta gangguan yang berusaha mengusik sang pengantin.
Same Sentlak ini digunakan sebagai obat penangkal kekuatan jahat yang dibuat
oleh sang dukun berdasarkan hasil komunikasi yang dilakukan secara gaib
(komunikasi spiritual).
2 2. Kelengkapan Pakaian Upacara Adat
Kegitan
upacra adat yang dilaksnakan oleh Tau Samawa melibatkan banyak orang dari
berbagai tingkat usia. Usia yang paling diperhitungkan dalam kegiatan tersebut adalah mereka yang berusia muda dengan
sebutan:
-
Tau nempu yaitu semua pemuda pemudi yang sudah memasuki golongan taruna-dedara ( usia 17-20
tahun) yang tidak ditunjuk sebagai seneng, bapak praja atau ina praja.
-
Tau Mungka adalah pemuda pemudi yang baru pertama
kali memasuki jenjang taruna-dedara (usia 17 tahun) dengan memakai pakaian
khusus (yaitu pakaian mungka)
Dengan melibatkan kaum muda, dengan sendirinya proses sosialisai kegiatan
adat dapat berjalan dengan baik, sehingga dapat menepis perubahan yang terjadi
akibat pengaruh dari luar yang dapat mempengaruhi nilai dasar dari kegitan adat
yang dilaknakan.
Demikian juga halnya dengan penggunaan pakaian adat yang walau disana
sini terdapat perubahan atau perkembangan namun perubahan tidak berpengaruh
terhadap tata nilai yang dipegang teguh oleh masyarakat di Sumbawa.
Pakaian
upara adat yang akan ditampilkan adalah pakaian yang dikenakan oleh mereka yang
terlibat secara resmi dalam kegiatan upacara perkawinan itu anatara lain
terdiri dari:
a.
Pakaian Pengantin
Adapun kelengkapan pakaian pengantin pada saat melaksakan Nigring
(mengiring pengantin laki-laki menuju rumah pengantin wanita) adalah sebagai
berikut:
-
Pakaian Pengantin laki-laki, terdiri dari;
ü Sloko
(topi haji) sebagai hiasan kepala.
ü Baju biasanya
berwarna putih.
ü Jublo
(jubah) panjang yang digunakan pada bagian luar baju putih.
ü Kre Alang
(sarung songket)
ü Alas kaki
(sandal)
-
Pakaian pengantin wanita
Pada saat menunggu kedatangan pengantin laki-laki
beserta rombongan Ngiring pengantin wanita telah bersiap dengan pakaian
pengantin yang terdiri dari;
ü Mentag
Eleng (kerudung) sebagai tutup kepala yang dikenakan diatas sanggul yang
diatasnya dihiasi ddengan “buah punyung” (hiasan sanggul).
ü Lamung Mo
(baju kurung) warna putih yang dihiasi dengan sulaman benag emas atau perak.
ü Kre Alang
(sarung songket)
ü Subang
Naga (giwang besar) yang dikenakan bersamaan denagn “Bangkis” (anting panjang)
sebagai hiasan telinga.
ü Blisu
(gelang dari kulit kerang)
ü Kalong
(manik-manik besar) yang terbuat dari
perak yang dipakai sebagai gelang dan kalung.
ü Buah
Lengan (perhiasan lengan)
ü Buah
Gorong (buah baju) sejenis kalung yang dipakai sebagai hiasan memanjang
mengikuti kancing baju.
ü Seme Gerat
yaitu hiasan pada dahi yang dibuat dari ramuan-ramuan yang dicampur dengan
bubuk beras. Biasanya hiasan dahi ini telah diberi mentera khusus dengan maksud
untuk membuat pengantin wanita disayangi oleh suaminya.
-
Pakaian Mungka untuk Pria
ü Tobo,
yaitu kopia adat yang dipakai sebagai khisan kepala.
ü Sumping,
yaitu hisan yang diselipkan pada tebo bagian kiri.
ü Baju
Mungka (bandong) yaitu baju kaos yang memakai kerah
ü Kuari,
yaitu kalung hisan dada dari perak.
ü Buah
Lengan, yaitu hiasan lengan dari perak
ü Berang
Pendok, parang asli tau Samawa
ü Pangot
dengan gigi, yaitu sejenis pisau/golokbergagang gading bertahtakan perak.
ü Buah
Lamung Gareng, yaitu kancing/buah baju denagan bebtuk bulat yang digantungkan
di leher.
ü Sisin
Garoson, yaitu cicin perak yang dikenakan pada jari telunjuk kanan.
ü Jimat
Mungka, yaitu sejenis ajiamat besar yang dikenakan dilehernya.
ü We Mungka,
yaitu rotan yang dibuat bercabang tiga atau empat yang dihiasi “jambul” dari
benang yang dipegang denagan tangan kirinya.
ü Roko
Mungka, yaitu rook dari lontar yang panjang dibuat denagn berbagai bentuk hiasan dari lontar juga.
-
Pakaian Mungka untuk Wanita
ü Cipo,
yaitu tutup kepala yang dibuat/dibentuk menurut keadaan rambut wanita (sanggul)
melintang diatas kepala yang diatasnya diberi hiasan warna-warni.
ü Abad,
yaitu pengikat cipo yang dihiasi dengan renda-renda dari perak.
ü Subang
naga yaitu anting atau giwang dari perak yang berbentuk naga melingkar.
ü Bangkis,
yaitu anting atau giwang panjang.
ü Lamung Mo,
yaitu baju kurung ketat yang dihiasi dengan sulaman dari benang emas atau
perak.
ü Salonong
(selendang)
ü Kalong,
yaitu manic-manik dari perak yang dipakai dengan cara melingkarkan pada gelang
tangan.
ü Belisu,
yaitu gelang putih dari kulit kima (kerang besar)
ü Kwari,
yaitu kalung hiasan dada dari perak.
ü Bua
Peniti, yaitu kancing atau buah baju berbentuk bulan sabit/bintang/kelor yang
dipasang pada leher.
ü Kre Alang
(sarung songket)[3]
BAB III
KESIMPULAN
Konsep upacara perkawinan secara adat masih cukup dikenal oleh seluruh
suku bangsa yang mendiami bumi Indonesia ini. Hanya saja distorsi dalam tata
cara pelaksanaan yang cenderung mengubah tradisi lama menjadi lebih modern,
sehingga setiap tradisi yang berubah secara perlahan atau tetap bertahan
seiring dianggap sebagai masyarakat terbelakang atau ketinggalan zaman.
Peeubahan yang lamban pada masyarakat biasanya terjadi karena ketatnya
sosialisasi dan tranformasi kegiatan adat yang terjadi pada masyarakat
pendukungnya.
Salah satu masyarakat yang masih kokoh dengan
tradisi perkawinan adat adalah masyarakat Sumbawa atau dikenal dengan sebutan
tau samawa. Acara yang dilaksanakan ternyata masih eret dengan nilai
ketradisionalan yang memiliki beberapa keunggulan untuk digunakan sebagai bahan
renungan bagi masyarakat yang hidup pada era modern dewasa ini. Salah satu
nilai yang menonjol adalah sifat kebersamaan masyarakat dengan pembagian kerja
yang cukup baik bagi setiap orang yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Sifat
kebersamaan ini diperlihatkan sebagai salah satu fungfsi sosial upacara
perkawinana yang dilaksanakan.
Fungsi social ini diperlihatkan pila melalui keterlibatan anggota keluarga
bahkan anggota masyarakat dengan jalan memberikan bantuan berupa uang, barang
maupun tenaga untuk meringankan beban keluarga yang melaksanakan perkawinan.
Hal ini dapat memperkokoh solidaritas dan integritas dikalangan masyarakat.
Dengan demikian upacara adat semacam ini masih perlu dipertahankan karena
mendukung nilai-nilai luhur dan gagasan vital. Nilai-nilai dan norma-norma yang
terdapat dalam upacara perkawinan menyebabkan masyarakat pendukungnya dapat
berintraksi secara efektif dan tertib. Hal ini disebabkan karena setiap nilai
mengandung emosi dan gagasan yang mampu mengekang perilaku negative dan
menghasilkan tingkah laku positif.
sumber ; http://surya-muamalah.blogspot.com/2014/03/hukum-adat-perkawinan-sumbawa-tau-seloto.html
0 komentar: